Inilah perbedaan bipolar dan skizofrenia, sering ditemukan pada anak, ini yang harus diwaspadai orang tua

photo author
- Kamis, 15 Mei 2025 | 09:00 WIB
Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH memberi paparan mengenai kesehatan mental di Jakarta, Rabu (14/5/2025).  (ANTARA/Pamela Sakina)
Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH memberi paparan mengenai kesehatan mental di Jakarta, Rabu (14/5/2025). (ANTARA/Pamela Sakina)



HARIAN MERAPI- Masih ada anggapan sebagian masyaraat yang keliru dan tidak bisa membedakan antara bipolar dan skizofrenia.


Padahal keduanya sangat berbeda, meski sama-sama masalah mental.


Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH mengemukakan perbedaan gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia, masalah mental kronis yang kini marak ditemukan pada usia dini atau anak-anak.

Baca Juga: Ramalan zodiak Gemini besok Jumat 16 Mei 2025 soal cinta dan karir, percikan cinta akan mengalir kali ini

“Tantangan kesehatan mental seperti GB dan skizofrenia, yang dulunya dianggap hanya menyerang orang dewasa, kini juga memengaruhi anak- anak dan remaja dengan tingkat yang mengkhawatirkan,” kata dia pada diskusi media di Jakarta, Rabu.

Tjhin mengungkap, GB ditandai dengan perubahan suasana hati yang intens antara keadaan depresif yang mendalam dan juga episode mania.

Sedangkan Skizofrenia biasanya ditandai oleh gangguan proses pikir, isi pikir dan persepsi psikosis yang dapat mencakup halusinasi, delusi, atau pikiran atau ucapan yang kacau.

“GB terjadi karena beberapa faktor risiko seperti genetik, lingkungan, neurobiologis, dan psikososial. Beberapa gejala yang bisa dikenali seperti episode mania atau suasana emosi mudah marah, episode depresi atau suasana sedih mendalam dan keinginan bunuh diri, dan campuran antara keduanya,” ujar Tjhin.

Baca Juga: TKP ABA Segera Dibongkar, Pemkot Yogyakarta Tawarkan Lokasi Ini kepada Jukir Terdampak

Skizofrenia memiliki faktor risiko seperti genetik, perinatal atau komplikasi sejak lahir, lingkungan, dan neurodevelopmental atau kelainan struktur otak. Beberapa gejalanya seperti gejala positif (halusinasi, delusi), gejala negatif (kurang motivasi dan cenderung datar), dan disorganisasi (bicara tidak koheren dan perilaku tidak sesuai konteks).

Hal yang memprihatinkan, lanjut Tjhin, beberapa studi dan pengalaman di meja praktik memperlihatkan bahwa kasus yang muncul lebih awal atau early-onset terjadi di usia yang lebih muda, namun sering kali tidak terdiagnosis karena kurangnya kesadaran atau salah mengartikan gejala sebagai perilaku remaja yang umum.

“Kondisi kesehatan mental seperti ini bisa mengganggu perkembangan, pendidikan, dan hubungan remaja jika tidak diobati dengan tepat.” Pungkasnya.

Tjhin menjelaskan, bahwa GB ataupun skizofrenia pada anak-anak dan remaja adalah kondisi kronis, namun, dengan perawatan yang efektif seperti tatalaksana komprehensif yang tepat dan sesuai, tentu dapat membantu untuk mengatasi gejala, serta meningkatkan kualitas hidup anak dan remaja secara signifikan.

Baca Juga: TNI AD Buka Kesempatan Anak Korban Ledakan Amunisi di Garut Jadi Prajurit

“Dengan penanganan yang tepat, anak dan remaja dapat belajar mengelola perubahan suasana perasaan mereka agar bisa menjadi pulih dan menjalani kehidupan yang tetap produktif di tengah masyarakat,” imbuhnya.*

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X