HARIAN MERAPI - Penyakit kusta sering dianggap sebagai penyakit kutukan dan penderitanya harus dijauhi.
Pemahaman masyarakat tentang penyakit kusta masih sangat sedikit.
Berkenaan itulah Dokter Spesialis Dermatologi, Venerologi, dan Estetika, Subspesialisasi Dermatologi Tropis RSCM Kencana, Prof. Dr. dr. Sri Linuwih Menaldi Sp.D.V.E Subsp. D.T mengatakan, meningkatkan kesadaran tentang penyakit kusta perlu dikembangkan di lingkungan sekolah di luar kedokteran agar stigma tentang kusta bisa dipatahkan.
Baca Juga: Wacana WFA jelang cuti bersama Lebaran 2025, efektifkah dilaksanakan?
“Kalau di luar dari pendidikan kedokteran, itu ada, mereka bisa masuk ke UKS, Usaha Kesehatan Sekolah untuk yang mungkin yang siswa SD, SMP barangkali, dan banyak cara kita bisa memberikan edukasi ya. Edukasi itu macam-macam kalau untuk anak SD,” kata Sri melalui diskusi tentang kusta yang diikuti secara daring baru-baru ini.
Ia mengatakan, salah satu cara edukasi tentang kusta yang mudah diterima anak di jenjang sekolah dasar adalah dengan komik yang menceritakan bagaimana mengenal kusta.
Dari pengenalan melalui buku seperti komik anak-anak bisa memahami dan menerima bahwa kusta ada di sekitar masyarakat dan menurunkan stigma penderita kusta.
“Jadi memang penting sekali untuk menyadarkan masyarakat, bahwa kusta itu memang masih menjadi beban, ada di sekitar kita, tapi juga kita memberi kesadaran pada anak-anak ini justru empati,” katanya.
Baca Juga: Hadapi Lebaran, Menhub siapkan rencana operasi semua matra perhubungan
Stigma terhadap pasien kusta yang sering disebut penyakit kutukan juga berpengaruh pada kualitas hidup pasien yang sedang menjalani pengobatan kusta. Selain ranah masyarakat sekitar, pentingnya kampanye digital melalui media sosial juga perlu untuk membantu menurunkan stigma pada kusta.
Sri mengatakan justru media sosial perlu digunakan untuk menyebarluaskan edukasi tentang penyakit kusta pada masyarakat luas terkait pengobatan, kewaspadaan dan informasi penting terkait kusta.
Ia berharap masyarakat yang menggunakan gawainya untuk mengakses media sosial dapat berkontribusi untuk membantu menyelesaikan masalah pengelolaan kusta hingga mencapai eliminasi kusta nantinya.
Selain perlunya edukasi di lingkungan sekolah, stigma terhadap pasien kusta juga perlu dipatahkan di lingkungan sekitar tempat tinggal dan pekerjaan pasien.