-
Ibu-ibu warga Ngadinegaran saat menjumput dan mengikat kain untuk membuat kain jumputan. KESIBUKAN ibu-ibu menjumput dan mengikat kain dengan benang maupun tali rafia langsung terlihat di salah satu rumah warga Ngadinegaran, Mantrijeron, Yogyakarta. Sebagian ibu-ibu “bermain” jarum menjelujur kain membentuk motif bunga. Kain-kain yang telah dijumput dan diikat lalu direndam untuk pewarnaan dan dijemur. Proses akhir, ikatan-ikatan jumputan lalu dibuka dan hasilnya berbagai motif mulai dari bulat-bulat, segi empat, bunga dan lainnya. Apalagi dengan warna-warna cerah membuat kain jumputan semakin indah. Ya itulah gambaran pelatihan pembuatan kain jumputan yang dilaksanakan Kelompok Jumputan Lereng Ngadinegaran selama sepekan ini. Pelatihan itu diadakan bersama Pemkot Yogyakarta dengan bantuan dana dari bank milik pemkot. Pelatihan itu juga melibatkan para ibu dari keluarga sasaran jaminan perlindungan sosial atau keluarga menuju sejahtera (KMS). “Kami ingin membagikan ilmu yang sudah kami dapatkan dari pelatihan sebelumnya ke warga lainnya. Harapannya hasilnya bisa dimanfaatkan untuk dipasarkan,” kata Ketua Jumputan Lereng Ngadinegaran, Umi Sumaryono, di sela pelatihan pembuatan kain jumputan, Jumat (28/7). Kelompok Jumputan Lereng Ngadinegaran awalnya mendapatkan pelatihan membuat kain jumputan di kelurahan. Kelompok itu juga menjadi usaha pendampingan Dinas Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DPPPA) Kota Yogyakarta. Sejak 2017 mereka mulai membuat kain jumputan dengan pendampingan 3 tahun dari pelatihan kain jumputan di Golo, Umbulharjo. “Motif kain jumputan dibuat dengan teknik yang dijumput dan diikat. Ada juga yang dijelujur pakai jarum. Harus telaten. Narik benangnya saat jumput harus kuat kadang bikin sakit karena kena benangnya,” terang Bu Sumaryono disela menjumput kain dengan benang. Penggiat kain Jumpuan Lereng Ngadinegaran Nuraini Yusuf menuturkan proses pembuatan kain jumputan dimuilai dengan menentukan pola dan motif yang akan dihasilkan. Motif yang dipilih menentukan teknik jumputan yang harus digunakan. Ada yang menggunakan teknik kerikil maupun manik-manik lalu diikat. Tapi ada juga yang langsung dijumput dengan lipatan tertentu lalu diikat. Kuncinya ikatan tali atau benang harus kuat. “Setelah kain dijumput dan dikat direndam dalam air biasa untuk melemaskan kain. Lala ditiriskan dan dilakukan pewarnaan dengan direndam dalam air yang sudah diberi pewarna buatan. Yang paling sulit di pewarnaan karena komposisinya harus tepat agar warnanya bagus,” papar Nur. Dia menyebut modal pembuatan kain jumputan di Jumputan Lereng Ngadinegaran itu dari iuran para anggotanya sekitar Rp 100 ribu. Kini ada sekitar 20 anggota yang tergabung di kelompok jumputan Ngadinegaran itu. Hasil karya mereka juga sudah dipasarkan melalui sesama rekan, teman maupun saudara. Harga kain jumputan dengan panjang 2 meter dan lebar 1,15 meter itu sekitar Rp 125 ribu/potong. Salah seorang peserta pelatihan kain jumputan, Sulami mengaku senang dengan adanya pelatihan pembuatan kain jumputan itu karena menambah keterampilannya. Selama ini Sulami yang juga pemegang KMS itu memproduksi berbagai makanan ringan atau snack tapi permintaannya tidak menentu. “Ini pertama kalinya saya mengikuti pelatihan membuat kain jumputan. Jadi motifnya masih dasar yang biasa. Bagus bisa menambah keterampilan,” pungkas Sulami. (Tri)