-
Oetari (tengah) saat menjadi narasumber bincang-bincang buku ala Sekar Jagad. SIAPA tak mengenal batik? Motif pada kain yang dibuat dengan malam itu kini semakin dikenal setelah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Namun tak banyak masyarakat yang mengetahui motif-motif batik memiliki pesan tersembuyi. Terutama motif klasik yang maknya bisa menjadi ajaran hidup. Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam bincang-bincang buku terkait batik yang diadakan oleh Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad di Joglo Sekar Jagad kawasan Sinduadi Mlati Sleman akhir pekan lalu. Kegiatran itu menghadirkan Oetari Siswomihardjo Prawirohardjo penulis buku Pola Batik Klasik – Pesan Tersembunyi Yang Dilupakan, Dra Hj Kartini Parmono Mhum penulis buku Kepemimpinan Dalam Motif Batik Tradisional. “Dengan mengenakan selembar kain batik klasik, tanpa sadar kita ikut melestarikan batik budaya bangsa. Alangkah idealnya jika usaha menanamkan pemahaman kain batik klasik beserta motifnya memiliki makna yaitu ajaran hidup terus dilakukan berbagai pihak,” terang Oetari saat menyampaikan makalahnya. Dicontohkan seperti halnya motif sekar jagad yang terdiri dari bermacam pola dalam selembar kain. Masing-masing pola mengandung ajaran dan harapan akan kebahagian kehidupan. Sedangkan motif sida mukti memiliki pesan dan harapan agar hidup mukti. Lalu motif tambal, sebagai tameng pelindung atau menambal bagian yang kurang pada kepribadian seseorang. Adalagi motif truntum, memberi pesan hidup terdiri dari sisi gelap dan terang. Sehingga menurutnya akan lebih baik jika orang yang membatik atau mengenakan kain batik menyadari dan memahami motif itu bukan sekadar lukisan, namun merupakan sebuah lambang yang selalu mengarah ke hal baik. “Kita harus bisa menerima bahwa para pelestari budaya mengenakan kain batik sesuai dengan caranya sendiri atau mode yang berlaku,” ujar Oetari. Sementara Hj Kartini menjelaskan, nilai dari sehelai kain batik dipengaruhi faktor bahan, proses, produk, makna simbolik dalam nama, motif dan warna serta pelestarian. Batik motif parang rusak diciptakan Sultan Agung mempunyai simbol raja atau pemimpin harus hati-hati dalam mengemban amanah. Warnanya ada merah, putih dan hitam yang berati berani, suci serta tegas. Motif kawung juga diciptakan Sultan Agung memiliki pesan, manusia yang unggul, bermanfaat dan berguna. “Selain itu raja menjadi pusat kekuasaan dan dibantu empat menteri, serta kearifan tradisional dalam konsep panca-pat,” imbuhnya. Sedangkan Ketua III Sekar Jagad, Afif Syakur menjelaskan, jumlah anggota dan pengurus Sekar Jagad saat ini ada sekitar 800 orang berasal dari DIY dan sekitarnya. Beberapa di antaranya, yakni kisaran lima orang mampu menulis buku secara individu. Selain itu Sekar Jagad juga pernah membuat buku yang ditulis secara bebarengan, beberapa orang. Dalam kegiata bincang buku terkai batik itu juga disemarakkan bazar batik serta kuliner. “Setiap ada pertemuan bulanan, pengurus maupun anggota banyak yang antusias datang. Sebagian juga ada yang menggelar bazar batik maupun kuliner. Bulan mendatang, pertemuan diwujudkan dengan kunjungan ke sentra batik, jadi nggak ada bazar,” ucap Afif. (Yan)