AMENG SUKSES KEMBANGKAN BISNIS CELENGAN BAMBU - Rajin Inovasi dan Baca Keinginan Pasar

photo author
- Senin, 25 Juni 2018 | 18:29 WIB

-
MERAPI-TRI DARMIYATI
Ameng menunjukkan celengan bambu karyanya dengan gambar ukiran tokoh wayang dan kombinasi kain motif batik. KEBIASAAN sebagian masyarakat zaman dulu menyimpan uang di tiang bambu menginspirasi Ameng Suprapto (52) membuat kerajinan celengan bambu. Namun bukan celengan bambu biasa, karena di bagian tubuh bambu dihiasi berbagai gambar ukiran. Produk celengan bambu yang ditekuninya selama 4 tahun ini juga telah menembus pasar ekspor ke Malaysia. “Saya terinspirasi dari orangtua saya dulu yang tinggal di desa. Orangtua dulu kalau menaruh uang di tiang rumah yang terbuat dari bambu yang diberi lubang. Dari situlah bagaimana saya membentuk bambu untuk menyimpan uang,” tutur Ameng kepada Merapi di sela ikut Pasar Rakyat di Plaza Ngasem Yogya beberapa waktu lalu. Untuk memproduksi celengan bambu itu, dia menggunakan bambu wulung warna hitam. Bambu-bambu tersebut didatangkan dari Purworejo dan Magelang. Menurutnya, bambu wulung di daerah itu memiliki ukuran yang besar dibandingkan tempat lain dan mendukung untuk membuat celengan bambu. Sedangkan desain gambar ukiran bambu ia buat berdasarkan permintaan pesanan maupun hasil kreasinya. Untuk pesanan seperti permintaan ukiran gambar suku Asmat dan ikon khas suatu tempat misalnya gambar kebun binatang dari Sabah. “Misalnya gambar ukiran khas Yogyakarta berupa tokoh-tokoh wayang dan kombinasi potongan kain motif batik,” ujar warga Jalan Gajah Mada RT 15/RW 03 Purwokinanthi Pakualaman Yogyakarta itu. Dalam sebulan dia memproduksi sekitar 1.000 celengan bambu berbagai ukuran dengan dibantu para pekerjanya. Proses pengeringan bambu dilakukan dengan mengandalkan sinar matahari. Dia menyampaikan pernah mengeringan bambu menggunakan oven, tapi hasil bambu kurang bagus. Itu karena ukuran bambu yang susut lebih banyak dari bambu diameter 9 centimeter bisa menyusut menjadi 7 centimeter setelah dioven. “Kendalanya pengeringan bambu saat musim hujan, karena pengeringan harus secara alami agar hasilnya bagus,” tambah Ameng. Harga celengan bambu ukir itu mulai Rp 8 ribu hingga Rp 20 ribu tergantung ukuran bambu. Kerajinan celengan bambu itu dipasarkan di Malioboro, Pasar Beringharjo dan berbaga toko kerajinan lainnya. Dia juga memanfaatkan penjualan produk secara online. Tak hanya di DIY dan berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga ke Malaysia. “Pembeli saya dari Malaysia biasanya meminta diukir gambar-gambar ikon di Malaysia seperti kebun binatang di sana,” imbuh Ameng yang menargetkan minimal omzet berkisar Rp 6 juta sampai Rp 7 juta untuk menghidupi para pekerja dan operasional produksi. Kesuksesan Ameng dalam menjalani usaha kerajinan celengan bambu itu tidak dapat dengan mudah. Dia sebelumnya membuat kerajinan tas natural dan telah melalui berbagai cobaan pasar. Mulai dari dampak bom Bali hingga erupsi Gunung Merapi yang membuat pasaran kerajinannya anjlok. “Itu adalah pengalaman buruk karena permintaan tas natural dari Bali dan Australia drop. Tak ada pesanan,” ucapnya. Namun dia tidak berhenti menjalankan berbagai kerajinan dalam bentuk lainnya. Untuk bangkit kembali, dia mencoba dan menjual apapun yang bisa dijual untuk keberlansungan usahanya. Ia berusaha membaca pasar dan mencari pelanggann baru. “Saya selalu mengikuti apa yang dimau pasar. Kalau mau bertahan dan berkembang, semua perajin harus berani berinovasi dan tahu apa yang diinginkan pasar. Jangan hanya monoton. Jangan sampai produksi kerajinan itu-itu terus, sedangkan pasar sudah tidak mau,” pungkas Ameng. (Tri)  

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

X