lifestyle

Lato-lato, antara pola pikir, interkasi sosial dan nilai positifnya bagi anak

Senin, 9 Januari 2023 | 19:25 WIB
Begini psikolog terkait Lato-lato mainan anak yang sedang ramai dan viral di TikTok (Foto: PMJ News/Hadi)

HARIAN MERAPI - Permainan lato-lato yang kini digandrungi anak-anak memiliki sisi positif. Dengan permainan tersebut anak bisa menjadi sedikit terhindar dari potensi negatif yang bisa dialami ketika terlalu banyak bermain gawai.

Pakar Sosiologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dr Hery Wibowo menyatakan, dengan bermain lato-lato bersama temannya, interaksi sosial anak pun bisa terbangun.

"Inilah ajang membangun interaksi sosial dari generasi Z yang sering disebut generasi ‘alien’ karena suka menyendiri dan generasi rebahan," kata Hery dalam keterangannya, Senin (9/1/2023).

Baca Juga: Apa perbedaan antara SIM C, C1 dan C2, dan bagaimana klasifikasi penggunanya?

Selain itu, menurutnya, mainan lato-lato juga bisa menumbuhkan pola pikir pada anak terkait proses. Ia menilai anak-anak pun bakal memiliki pemahaman bahwa kesuksesan itu harus menempuh proses dan tidak instan.

"Dengan penekanan bahwa proses itu penting, tidak ada sukses instan, dan berlatih akan membawa hasil," kata Hery.

Secara tidak langsung, menurutnya, anak yang memainkan lato-lato akan berusaha menunjukkan kemahirannya di depan sebayanya. Hal itu menurut Hery bisa menjadi lahan positif bagi anak untuk membangun konsep diri positifnya.

Baca Juga: Diajak renang paman, dua bocah kakak beradik di Pati meninggal dunia karena tenggelam di kolam hiburan

Di samping dengan anak sebaya, menurutnya, para orang tua juga bisa memiliki ruang untuk mengapresiasi anaknya ketika menunjukkan kemahirannya dengan bermain lato-lato.

"Dapat menjadi waktu berkualitas bagi anak dan orang tua, sekaligus wahana pemahaman nilai-nilai positif dan sarana orang tua mengapresiasi kelebihan sang anak, sehingga anak makin merasa berharga. Ini penting bagi tumbuh kembangnya kelak," kata Hery.

Meski begitu, menurutnya, mainan itu juga bisa berdampak negatif bagi anak apabila anak tersebut dan orang tuanya tidak bisa mengatur waktu bermainnya. Kemudian anak juga menurutnya, bisa saja menjadi rendah diri jika tidak berhasil memainkannya.

“Sehingga diperlukan fokus dan konsentrasi penuh dalam memainkan, agar tidak membahayakan pemain maupun teman-teman di sekitarnya,” kata Hery selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpad itu.(*)

 

Tags

Terkini