MERAPI-JB SANTOSO – Pasar Beringharjo jadi jujugan wisatawan domestik.
SEJAK tahun 1970, Hj Maryatun berdagang kain batik di Pasar Beringharj0 Yogyakarta bersama H Soebagyo suaminya yang empat tahun lalu dipanggil Tuhan. Dia berdagang kain batik, kemeja batik, sprei batik dan daster batik.
Dagangannya berasal dari setoran beberapa pedagang, pengrajin dan produsen batik. Menurutnya, dibanding dengan batik-batik luar daerah, batik Yogya memiliki bahan yang lebih kuat dan tahan lama. Warnanya juga tak mudah buram.
Diakuinya, batik Surakarta umumnya memiliki motif yang beragam, serta warna yang penuh. Sedang batik Pekalongan memiliki warna-warna yang cemerlang, sebagaimana umumnya batik-batik pantura seperti Cirebon, Lasem dan Semarang.
“Saya tidak menyediakan batik dari Lasem yang bercorak lukisan Tionghoa, tapi hanya menyediakan spesial batik Yogya, Solo dan Pekalongan,” katanya. Menurutnya pasaran batik printing, cap dan tulis di Pasar Beringharjo cukup baik, semua memiliki pangsa tersendiri. Namun Hj Maryatun mengakui harga batik-batik yang dijual di lapaknya terjangkai oleh masyarakat umum . Rata-rata berkisar Rp 150 ribuan. Sejauh ini dirinya tidak menyediakan batik tulis halus yang harganya menjapai jutaan rupiah.
Selama ini pada hari-hari libur kios-kios batik di Pasar Beringharjo ramai pembeli, selain berasal dari pembeli-pembeli lokal, kebanyakan adalah wisatawan dari daerah-daerah lain. Begitu pula menjelang hari raya Lebaran, Pasar Beringharjo banyak dikunjungi pembeli. “Ketika datang masa wisuda-wisuda batik juga laris dibeli oleh mereka,” tandasnya. Pada umumnya, katanya, orang-orang lokal lebih suka membeli batik dengan corak daerahnya sendiri.
Menurut Maryatun, meski corak dan motif batik Yogya kurang bervariasi dibanding batik tulis Surakarta, namun orang Yogya kebanyakan menyukai batik tulis daerahnya karena memiliki kualitas kain dan warna yang lebih kuat dan tahan lama. (Jbo)