TEMPEL (MERAPI) - Petani salak di wilayah Kabupaten Sleman kini dapat berbangga hati. Hasil panen buah unggulan tersebut kini merambah pasar ekspor ke New Zealand (Selandia Baru). Ekspor perdana buah salak ke Selandia Baru dilakukan melalui Bandara Internasional AdiSucipto Yogyakarta.
Ekspor didahului dengan penandatanganan kesepakatan ekspor buah salak dari Indonesia ke Selandia Baru oleh Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini dan Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia HE Trevon Matheson di lokasi pengemasan buah salak milik Asosiasi Prima Sembada, Trumpon, Merdikorejo, Tempel, Senin (23/10). Banun Harpini menjelaskan, penandatanganan kesepakatan langsung dilakukan di lokasi. Hal ini dimaksudkan agar stakeholder menyaksikan secara langsung proses sertifikasi phytosanitary buah salak berbasis in-line inspection yang dilakukan Petugas Karantina Tumbuhan (BKP) Kelas I Yogyakarta.
"Kedepan, untuk meningkatkan percepatan layanan ekspor, Badan Karantina Pertanian juga akan menerapkan Electronic Certification (e-Cert) dalam penerbitan Phytosanitary Certificate. Saat ini, proses penerapan e-Cert dengan pemerintah Selandia Baru dalam proses finalisasi," katanya.
Menurutnya, selama tahun 2016 dan 2017 sebanyak 791 ton dan 477 ton buah salak telah diekspor ke berbagai negara di dunia. Di antaranya Tiongkok, Australia, Belanda, Perancis, Malaysia, Thailand, Cambodia, Hongkong, Singapura,Saudi Arabia, UEA, Timor Leste, dan Kuwait. Berbagai upaya perluasan pasar ekspor buah salak Indonesia ke berbagai negara lainnya pun terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, dan kini buah salak dapat menembus pasar Selandia Baru.
Keberhasilan Indonesia menembus pasar hortikultura Selandia Baru untuk komoditas unggulan buah tropis khas Indonesia yaitu salak, menambah jenis komoditas unggulan yang masuk ke negara ini. Sebelumnya, manggis telah lebih dahulu masuk Selandia Baru.
Lima komoditas pertanian yang juga telah masuk ke Selandia Baru dengan volumen yang cukup besar yakni palm kernel meals, ampas sawit, santan kelapa, kelapa parut dan kakao pasta dengan total volume sebesar 947,8 ton atau meningkat sebesar 9.02% di banding tahun 2016.
Ketua Asosiasi Salak Prima Sembada, Maryono menyampaikan, ekspor perdana sebanyak 100 kilogram. Selanjutnya pengiriman akan disesuaikan permintaan konsumen. Namun, pihaknya memastikan berapapun permintaannya akan siap melayani.
"Kami berharap, pengiriman pertama ke Selandia Baru, 100 kilogram ini bisa membuka jalan lebar ekspor salak pondoh Sleman ke negara tersebut. Kami optimis karena memang selama ini Selandia Baru menerapkan standar tinggi produk pangan dan kami bisa menembusnya," ungkapnya.
Diakui, produksi salah asosiasinya memang cukup melimpah. Dari sekitar 1.400 petani, per tahunnya mampu memproduksi hingga 4.000 ton kualitas ekspor. Khusus yang akan dikirim ke Selandia Baru, berasal dari 35 kelompok tani dengan produk kualitas ekspor register grade B dan tingkat kematangan 70 persen agar tahan lama selama proses pengiriman.
Dari sisi harga, diakui Maryono cukup tinggi jika diekspor. Per kilogram untuk ekspor petani menerima uang Rp 7.000. Sedangkan pasar lokal hanya menerima Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram. Itupun jika harga tinggi saat tidak musim panen raya.
Asosiasi Salak Prima Sembada telah berpengalaman melakukan ekspor salak ke luar negeri seperti Tiongkok, Australia hingga beberapa negara Eropa dan Timur Tengah. "Ke Tiongkok, setiap minggu kami masih rutin mengekspor sekitar 1-2 ton. Meskipun masih cukup kecil dari kemampuan produksi ekspor yang mencapai 4.000 ton per tahun, adanya kerjasama dengan Selandia Baru bisa mengawali semakin banyak serapan salak menuju luar negeri," imbuhnya. <B>(Awn)<P>