HARIAN MERAPI - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih saja terjadi. Apa pemicunya ?
Setidaknya ada lima factor pemicu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Bidang Komunikasi Publik, Chico Hakim menjelaskan bahwa terdapat lima faktor utama yang memicu tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di ibu kota mulai dari ekonomi hingga paparan media sosial.
Baca Juga: Pembunuh Alvaro Ditemukan Tewas Gantung Diri
“Faktor ini berdasarkan identifikasi KemenPPPA dan laporan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPAPP) DKI Jakarta, ada lima faktor utama yang sering jadi pemicu di Jakarta. Ini saling terkait, terutama di tengah dinamika urban seperti kemacetan, biaya hidup tinggi, dan perubahan pola keluarga,” jelas Chico melalui pesan singkat di Jakarta, Senin.
Adapun faktor pertama adalah tekanan ekonomi keluarga menjadi penyebab yang paling dominan. Perempuan dan anak disebut menjadi kelompok paling rentan.
Chico menjelaskan kondisi seperti pengangguran, beban finansial, hingga inflasi kerap memicu konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Faktor kedua adalah pola asuh keluarga. Menurut Chico, kesibukan orang tua bekerja membuat banyak anak kurang mendapatkan pengasuhan yang cukup.
Selain itu, minimnya pengetahuan mengenai parenting positif turut mempengaruhi. “Ini berdampak pada kekerasan emosional atau fisik, di mana anak mencari pelarian di luar rumah yang justru berisiko,” kata Chico.
Faktor ketiga adalah paparan gawai dan media sosial. Paparan konten negatif dan kekerasan di dunia digital ikut membentuk perilaku, terutama pada remaja.
Urbanisasi membuat anak-anak semakin bergantung pada gawai, yang turut meningkatkan kasus perundungan (bullying) di media sosial hingga berujung kekerasan fisik.
Faktor keempat adalah terkait lingkungan dan sosial. Lingkungan yang kurang peduli menjadi pemicu lainnya.
Dalam banyak kasus, lanjut Chico, kekerasan terjadi karena minimnya kepedulian dari warga sekitar atau ketimpangan relasi kuasa di sekolah dan komunitas.