Pasal penyerangan harkat dan martabat presiden, beda dengan kritik, begini penjelasan pakar hukum

- Kamis, 2 Februari 2023 | 07:00 WIB
Guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo SH, MA, PhD.  (ANTARA/HO-Humas UI)
Guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo SH, MA, PhD. (ANTARA/HO-Humas UI)



HARIAN MERAPI - Pasal soal penyerangan harkat dan Martabat Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional masih menimbulkan kontroversi di masyarakat.


Banyak orang yang belum paham mengenai penyerangan harkat dan Martabat Presiden.


Terkait hal itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Profesor Harkristuti Harkrisnowo menyatakan pentingnya sosialisasi pasal penyerangan harkat dan Martabat Presiden dalam KUHP nasional.

Baca Juga: Mantan hakim terduga penerima suap, Itong ditempatkan di sel isolasi, begini proses hukumnya

"Penting dijelaskan bahwa pasal tentang penghinaan Presiden itu bukan untuk membungkam. Karena pidana ini memiliki persyaratan. Kritik tidak apa-apa, tapi apabila penghinaan, pencemaran nama baik, itu yang dilarang," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, aturan itu telah ada di Pasal 218 tentang penyerangan harkat dan Martabat Presiden dan Pasal 240 tentang penghinaan pemerintah atau lembaga negara.

Menurut dia, pasal tersebut dibuat bukan untuk membungkam masyarakat. Indonesia memang negara yang menganut asas demokrasi, namun bukan berarti demokrasi diartikan sebagai demokrasi yang kebablasan.

Baca Juga: Tiga penjual togel Hongkong diringkus Polsek Sanden, sehari omzet mencapai jutaan rupiah

Kata dia, perbedaan antara kritik dan penghinaan pun ditekankan dalam pasal tersebut. Maka, tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan yang sah dari pihak yang berhak mengadu, yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218 UU KUHP) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240 UU KUHP).

Dia menegaskan Indonesia berhasil mengundangkan KUHP baru, menggantikan KUHP lama peninggalan pemerintah kolonial Belanda.

"Indonesia segera memasuki era hukum pidana yang lebih sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa," katanya menegaskan.

Baca Juga: Apa kunci sukses grup band Gigi yang tetap eksis hingga 29 tahun, Thomas Ramadhan : Kami selalu 'enjoy'

Hal itu juga disampaikan Harkristuti saat berbicara dalam acara Sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) dii Semarang, Rabu (1/2).*

 

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X